PENGEMBANGAN KURIKULUM MERDEKA MENGGUNAKAN UNDERSTANDING BY DESIGN

JUDUL ARTIKEL

PENGEMBANGAN KURIKULUM MERDEKA MENGGUNAKAN UNDERSTANDING BY DESIGN

NAMA PENULIS (KELOMPOK)

(Endah Winarsih, email: endahwiens75@gmail.com, Hasan Hutagalung, email: galung.hasan9@gmail.com, Siti Indrawati, email: indrawatisiti2@gmail.com  )

 

PENGAMPU MATA KULIAH: Dr. Drs. Achmad Noor Fatirul, ST., M.Pd.

e-mail: anfatirul@unipasby.ac.id






 

 

Mata Kuliah                  : PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Dosen                              : Dr. Drs. ACHMAD NOOR FATIRUL, ST., M.Pd.

  

 

 


ABSTRAK

Pada pengembangan Kurikulum Merdeka saat ini para pembuat kebijakan berusaha untuk membuat strategi yang ditujukan untuk membantu guru mendesain proses belajar mengajar dengan cara yang berbeda dari kurikulum yang sebelumnya yaitu menggunakan Understanding by Design. .Understanding by Design merupakan sebuah kerangka kerja dengan fokus pada proses perencanaan dan struktur yang memandu pengembangan kurikulum, asesmen, dan instruksi pembelajaran.  Proses perencanaan ini fokus pada dua hal yaitu 1) Pengajaran dan asesmen untuk membangun pemahaman dan kemampuan learning transfer / kemampuan mengimplementasikan  hasil belajar dalam sebuah performa otentik, 2) Merancang kurikulum “Terbalik” (backward), dengan mulai dari tujuan akhirnya terlebih dulu. Backward desain atau lebih dikenal dengan desain mundur yaitu metode perancangan pembelajaran yang dimulai dari  tujuan yang nyata dari kegiatan pembelajaran kemudian kita akan mundur untuk mengembangkan bahan ajar dan kegiatan yang memenuhi tujuan pembelajaran tersebut. Backward Design merupakan pendekatan yang lebih disengaja dan terencana untuk mencapai hasil yang diinginkan lebih efektif. Kurikulum Merdeka tujuan akhirnya adalah Profil Pelajar Pancasila. Tujuan akhir ini kemudian diturunkan menjadi kalimat CP (yang dibagi ke dalam beberapa fase), lalu didetailkan menjadi TP dan ATP sebelum masuk ke proses perancangan pembelajaran.

 

PENDAHULUAN

Kurikulum selalu dirancang untuk memperbaiki sistem pendidikan dari waktu ke waktu berdasarkan evaluasi dari kurikulum sebelumnya.  Permasalahan dalam dunia pendidikan yang menjadi concern para pakar pendidikan adalah rendahnya hasil pembelajaran.  Salah satu penyebab rendahnya kualitas hasil pembelajaran adalah rendahnya kemampuan guru dalam menguasai materi pembelajaran.  Terbatasnya kemampuan guru dalam menguasai materi ini berujung kepada rendahnya kualitas siswa sebagai lulusan dalam menguasai materi pembelajaran, padahal mereka membutuhkan modal pengembangan materi dalam mengikuti pembelajaran pada jenjang berikutnya. Masalah tersebut tentu perlu dicari solusinya supaya ada peningkatan dalam hasil belajar siswa.  Agar supaya pemahaman siswa tidak melenceng dari konsep yang seharusnya maka guru perlu melakukan perannya.

Salah satu peran dari guru adalah sebagai organisator dimana tugas guru menjadi pengelola kegiatan akademik tentu harus merancang kegiatan proses belajar dengan mempersiapkan rancangan pembelajaran yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi kelas sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.  Bentuk kegiatan yang bisa dilakukan adalah mempersiapkan metode belajar yang tepat sehingga siswa dapat memperoleh wawasan luas tidak hanya berasal dari guru pengajarnya saja. Guru adalah perancang. Tindakan paling penting dalam profesi kita adalah merancang kurikulum dan pengalaman belajar untuk memenuhi tujuan tertentu. Kita juga menjadi perancang penilaian untuk mendiagnosa kebutuhan siswa sebagai panduan dalam mengajar dan memungkinkan guru, siswa kita, dan pihak lain (orang tua dan administrator) untuk menentukan apakah tujuan pembelajaran telah tercapai.

Pada pengembangan Kurikulum Merdeka saat ini para pembuat kebijakan berusaha untuk membuat strategi yang ditujukan untuk membantu guru mendesain proses belajar mengajar dengan cara yang berbeda dari kurikulum yang sebelumnya yaitu menggunakan Understanding by Design.

Backward desain atau lebih dikenal dengan desain mundur yaitu metode perancangan pembelajaran yang dimulai dari  tujuan yang nyata dari kegiatan pembelajaran kemudian kita akan mundur untuk mengembangkan bahan ajar dan kegiatan yang memenuhi tujuan pembelajaran tersebut.

Langkah dari perancangan desai mundur (bacward desain) adalah:

1.      Mulai dengan tujuan pembelajaran

2.      Mengembangkan asesmen

3.      Merencanakan kegiatan

 

Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh salah dan harus dilakukan dengan cermat. Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam metode pengumpulan data akan berakibat fatal, yakni berupa data yang tidak credible, sehingga hasilnya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Metode pengumpulan data dengan cara :

1.        Wawancara

Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara penulis dengan informan. Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penulisan artikel. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya. Karena merupakan proses pembuktian, maka bisa saja hasil wawancara sesuai atau berbeda dengan informasi yang telah diperoleh sebelumnya.

2.        Observasi

Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang.

3.        Dokumen Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali informasi. Penulis perlu memiliki kepekaan teoritik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna.

4.        Focus Group Discussion

Focus Group Discussion yaitu upaya  menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang lewat diskusi untuk menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang penulis

5.        Studi literasi

Menggunakan buku, artikel yang sudah ada sesuai dengan tema penulis

HASIL

Menurut Brown & Green (2016: 4) bahwa desain kurikulum merupakan perencanaan tentang cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Tokoh lain yaitu Richey, dkk (2011: 2) memandang lebih luas bahwa desain kurikulum merupakan serangkaian proses sistematis dan reflektif dalam menerjemahkan prinsip pembelajaran pada rancangan pembelajaran yang mencakup materi, kegiatan belajar, sumber belajar dan sistem evaluasi. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa desain merupakan proses perencanaan dan pengembangan kurikulum yang memuat suatu konsep berdasarkan teori dan prinsip operasional desain, sebagai pedoman pelaksanaan pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Pengembangan kurikulum merdeka pada prinsipnya mengembangkan untuk membantu proses berpikir dalam menyusun dan merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kurikulum dengan menggunakan understanding by design. Untuk merancang pembelajaran dengan backward design dimulai dengan menentukan tujuan yang ingin dicapai misalnya tujuan pembelajaran adalah siswa bisa menguasai satu topik materi pembelajaran setelah itu guru mulai menentukan bentuk penilaian yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut selanjutnya guru mulai mendesain kegiatan yang akan dilakukan untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai.  Kegiatan yang dirancang oleh guru harus mengarah pada kemandirian belajar siswa.  Dengan strategi tersebut siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan potensinya.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh guru ternyata hasil belajar siswa mengalami peningkatan.  Dari data yang diambil melalui wawancara pada siswa didapatkan bahwa siswa lebih termotivasi dalam belajar ketika siswa diberi kebebasan menggunakan kemampuan dan potensinya dalam menguasai suatu topik diberikan.    

 

PEMBAHASAN

Dalam proses pembelajaran seyogyanya peserta didik yang menjadi fokus. Usaha untuk memahami peserta didik dan menjadikan mereka pembelajar yang aktif akan memudahkan usaha untuk mengaktualisasikan tujuan pendidikan, yaitu berkembangnya karakter dan kompetensi peserta didik. Pendidik berperan memfasilitasi proses mencapai tujuan tersebut. Untuk itu penting bagi pendidik untuk memiliki kemampuan merancang pembelajaran, agar mampu merancang dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didiknya. Ketika peserta didik menjadi seorang pelajar yang merdeka, interaksi pendidik dan peserta didik akan berubah. Peserta didik akan memiliki peluang untuk melakukan inisiatif, mempunyai suara dan kepemilikan pada proses pembelajaran serta memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik baik kepada diri sendiri, peserta didik lain serta kepada pendidik.

Tujuan Pendidikan Indonesia adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai  tujuan tersebut, Pemerintah menetapkan Kerangka Dasar Kurikulum yang terdiri dari Struktur Kurikulum, Capaian Pembelajaran, dan Prinsip Pembelajaran dan Asesmen.

Gambar 1. Bagan Kerangka Dasar kurikulum

Capaian Pembelajaran (CP) merupakan kompetensi pembelajaran yang harus dicapai peserta didik pada setiap fase, dimulai dari Fase Fondasi pada PAUD. Untuk Pendidikan dasar dan menengah, CP disusun untuk setiap mata pelajaran. Bagi peserta didik berkebutuhan khusus dengan hambatan intelektual dapat menggunakan CP pendidikan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus tanpa hambatan intelektual menggunakan CP reguler dengan menerapkan prinsip modifikasi kurikulum.

CP sifatnya terberi (given) dari pemerintah dan tidak dapat diubah. Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk menentukan Kurikulum Operasional Sekolah, Tujuan Pembelajaran dan Alur Tujuan Pembelajaran, dan Modul Ajar berdasarkan CP. Setiap Perancangan pembelajaran harus berpusat pada siswa, bukan pada ketuntasan materi

CP dan strategi mencapai CP menggunakan Kerangka Kerja Understanding by Design. Understanding by Design merupakan sebuah kerangka kerja dengan fokus pada proses perencanaan dan struktur yang memandu pengembangan kurikulum, asesmen, dan instruksi pembelajaran.  Proses perencanaan ini fokus pada dua hal yaitu 1) Pengajaran dan asesmen untuk membangun pemahaman dan kemampuan learning transfer / kemampuan mengimplementasikan  hasil belajar dalam sebuah performa otentik, 2) Merancang kurikulum “Terbalik” (backward), dengan mulai dari tujuan akhirnya terlebih dulu.

CP disusun menggunakan metode Backward Design. Metode perancangan kurikulum pendidikan ini dimulai dengan menentukan tujuan akhir yang diinginkan terlebih dahulu sebelum menentukan kegiatan pembelajaran dan asesmen yang digunakan. Backward Design melibatkan 3 tahap perencanaan:

Gambar 2. Alur Perencanaan Backward Design

Jika dianalogikan dengan sebuah perjalanan berkendara, CP memberikan tujuan umum dan ketersediaan waktu untuk mencapainya (fase). Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap pengemudi memiliki kebebasan untuk memilih jalur, cara, dan alat untuk menempuh perjalanan tersebut, yang disesuaikan dengan titik keberangkatan, kondisi, kemampuan, dan kecepatan masing-masing. Dalam mencapai CP, kita perlu membangun kompetensi untuk melakukan perjalanan tersebut agar tiba di tujuan pada waktu yang ditentukan. Setiap satuan pendidikan dipersilakan mengatur strategi efektif untuk mencapai CP, sesuai dengan kemampuan dan potensinya. Garis finish CP ada di akhir kelas 12. Untuk mencapai garis finish tersebut, pemerintah membuatnya ke dalam 6 etape yang disebut fase. Setiap fase lamanya 1-3 tahun. Penggunaan istilah “fase” dilakukan untuk membedakannya dengan kelas karena peserta didik di satu kelas yang sama bisa jadi belajar dalam fase pembelajaran yang berbeda. Fase memberikan keleluasaan dan keadilan bagi guru dan siswa untuk menyesuaikan rancangan pembelajaran dengan tahapan perkembangan, kemampuan, minat, konteks, dan kecepatan belajar siswa (Teaching at The Right Level).  Dengan penggunaan Fase, diharapkan siswa akan dapat memiliki waktu lebih panjang untuk memahami dan mendalami konsep-konsep dan keterampilan untuk mencapai sebuah kompetensi yang dibangun CP. CP dirumuskan dalam bentuk Fase, bukan per tahun. CP selalu berpusat pada siswa, bukan pada ketuntasan materi.

Jenjang PAUD : Fase Fondasi (TK B)

Jenjang SD :

1.        Fase A (Kelas 1-2 SD)

2.        Fase B (Kelas 3-4 SD)

3.        Fase C (Kelas 5-6 SD)

Jenjang SMP : Fase D (Kelas 7-9 SMP)

Jenjang SMA/SMK :

1.        Fase E (Kelas 10 SMA)

2.        Fase F (Kelas 11-12 SMA)

Bagi peserta didik berkebutuhan khusus, apabila mengalami hambatan intelegensi dapat menggunakan CP pendidikan khusus, namun jika tidak mengalami hambatan intelegensi dapat menggunakan CP reguler dengan menerapkan prinsip modifikasi kurikulum.  Untuk CP Diksus, penentuan fase CP untuk siswa berdasarkan pada hasil Asesmen Diagnostik. Sangat mungkin sekali, di sebuah kelas terdapat perbedaan CP yang digunakan.

Setiap CP suatu mata pelajaran memiliki beberapa elemen atau kelompok kompetensi esensial yang berlaku sama untuk semua fase pada mata pelajaran tersebut. Masing-masing elemen tersebut memiliki capaian per fasenya sendiri yang saling menunjang untuk mencapai pemahaman yang dituju. Elemen sebuah mata pelajaran mungkin saja sama atau berbeda dengan mata pelajaran lainnya.

Jika pembelajaran ibarat sebuah perjalanan, diperlukan beberapa kompetensi esensial agar tepat waktu dan selamat mencapai tujuan. Contohnya, jika ingin melakukan perjalanan dengan cara mengemudikan mobil, ada beberapa elemen yang perlu dipelajari seperti mengenali bagian dan cara kerja mobil, mengemudi, keselamatan mengemudi, navigasi dan pengendalian emosi. Masing-masing elemen memiliki capaiannya sendiri yang saling menunjang agar seseorang dapat memenuhi CP mengemudikan mobil. Tentu saja jika perjalanan ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum, berjalan kaki, berlari, bersepeda, atau berlayar, elemen Capaian Pembelajarannya sangat mungkin berbeda dengan mengemudikan mobil. Mungkin elemennya lebih sedikit/banyak, mungkin mirip atau sama. Elemen setiap mata pelajaran dapat memiliki persamaan atau perbedaan karakteristik  satu dengan lainnya.

Prinsip penyusunan CP menggunakan pendekatan konstruktivisme yang membangun pengetahuan dan berdasarkan pengalaman nyata dan kontekstual. Menurut teori belajar konstruktivisme (constructivist learning theory), pengetahuan bukanlah kumpulan atau seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah untuk diingat.

 

Konsep “Memahami” dalam Capaian Pembelajaran (CP) dalam konstruktivisme adalah proses membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata. Pemahaman tidak bersifat statis, tetapi berevolusi dan berubah secara konstan sepanjang siswa mengonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memodifikasi pemahaman sebelumnya. Jika mengacu kepada teori konstruktivisme, kemampuan memahami ada di level paling tinggi, berbeda jika mengacu pada Taksonomi Bloom yang menempatkan kemampuan memahami di level C2.

Enam Aspek Pemahaman adalah kerangka kerja non-hierarki untuk pemahaman. Ini terdiri dari 6 'domain' atau 'segi' yang berguna sebagai indikator pemahaman. Kerangka kerja ini dibuat oleh Grant Wiggins dan Jay McTighe untuk bekerja dengan dan melalui model Understanding by Design mereka. Karena dimaksudkan untuk, sebagian, mendukung guru dalam mengevaluasi dan menilai pemahaman siswa, itu tidak hanya dapat digunakan untuk merancang penilaian tetapi juga menciptakan kegiatan dan pelajaran yang dirancang untuk mengarah pada pemahaman itu (Pikirkan desain mundur). Keenam aspek The 6 Facets of Understanding di bawah ini.

1.        Penjelasan : Penjelasan meminta siswa untuk menceritakan 'ide besar' dengan kata-kata mereka sendiri, membuat koneksi, menunjukkan pekerjaan mereka, menjelaskan alasan mereka, dan menginduksi teori dari data.

2.        Interpretasi : Interpretasi mengharuskan siswa untuk memahami cerita, karya seni, data, situasi, atau klaim. Interpretasi juga melibatkan penerjemahan ide, perasaan, atau pekerjaan yang dilakukan dalam satu media ke media lain.

3.        Aplikasi : Siswa yang mengerti dapat menggunakan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam situasi baru (dan) menekankan penerapan dalam konteks otentik dengan audiens nyata atau simulasi, tujuan, pengaturan, kendala, dan kebisingan latar belakang.

4.        Perspektif : Perspektif ditunjukkan ketika siswa dapat melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, mengartikulasikan sisi lain dari kasus, melihat gambaran besar, mengenali asumsi yang mendasari, dan mengambil sikap kritis.

5.        Empati : Imajinasi intelektual sangat penting untuk dipahami dan itu memanifestasikan dirinya tidak hanya dalam seni dan sastra tetapi lebih umum melalui kemampuan untuk menghargai orang yang berpikir dan bertindak berbeda dari kita.

6.        Pengetahuan Diri : melalui penilaian diri kita memperoleh wawasan lengkap tentang seberapa canggih dan akurat pandangan siswa tentang tugas, kriteria, dan standar yang harus mereka kuasai.

Menggunakan 6 Aspek Pemahaman Di Kelas tidak seperti Taksonomi Bloom (kata kerja kekuatan Taksonomi Bloom), 6 Aspek Pemahaman adalah kerangka kerja non-hierarkis – artinya tidak ada pemikiran 'tingkat bawah' dan 'tingkat lebih tinggi'. 'Pengetahuan Diri' tidak diprioritaskan daripada 'Penjelasan', misalnya. Juga tidak satu segi 'unggul' di atas yang lain. Sebaliknya, Grant dan Jay bermaksud agar 'segi' digunakan untuk mendukung guru dan siswa dengan memberikan strategi untuk membantu menilai pemahaman. Dan karena area konten tradisional sangat beragam—dari seni dan sastra hingga bahasa dan matematika—idenya adalah menciptakan kerangka kerja yang cukup fleksibel untuk bekerja dalam berbagai konteks dan kebutuhan.

Enam Aspek Pemahaman dipahami sebagai enam indikator pemahaman yang setara dan sugestif, dan dengan demikian digunakan untuk mengembangkan, memilih, atau mengkritik tugas dan petunjuk penilaian. Mereka tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi hierarki. Sebaliknya, seseorang memilih aspek yang sesuai tergantung pada sifat konten dan pemahaman yang diinginkan. Kami tidak pernah menyarankan bahwa seorang guru harus menggunakan semua aspek ketika menilai pemahaman siswa. Misalnya, penilaian dalam matematika mungkin meminta siswa untuk menerapkan pemahaman mereka tentang suatu algoritma ke masalah dunia nyata dan menjelaskan alasan mereka. Dalam sejarah, kita mungkin meminta pembelajar untuk menjelaskan suatu peristiwa sejarah dari perspektif yang berbeda. Singkatnya, kami merekomendasikan bahwa guru hanya menggunakan segi atau segi yang akan memberikan bukti yang tepat dari pemahaman yang ditargetkan.  Enam Aspek/Facet Pemahaman merupakan cara untuk mengkonfirmasi pemahaman siswa atas apa yang telah mereka pelajari dan tidak hirarkis/bukan merupakan siklus. Jika siswa melakukan salah satu dari keenam Aspek/Facet Pemahaman ini (mampu menjelaskan, menginterpretasi, menerapkan/mengaplikasikan, berempati, memiliki sebuah sudut pandang, atau memiliki pengenalan diri), berarti mereka telah mendemonstrasikan sebuah tingkat pemahaman. Enam Aspek/Facet Pemahaman ini merupakan modal untuk menentukan Tujuan Pembelajaran (TP), menyusun Alur Tujuan Pembelajaran (ATP),  menentukan asesmen, dan instruksi yang tepat.

Capaian Pembelajaran (CP), Tujuan Pembelajaran (TP), dan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) dalam Kurikulum Merdeka dengan mengggunakan konsep Backward Design.

Gambar 3. Alur Tujuan Pembelajaran (ATP)

Backward Design merupakan pendekatan yang lebih disengaja dan terencana untuk mencapai hasil yang diinginkan lebih efektif. Kurikulum Merdeka tujuan akhirnya adalah Profil Pelajar Pancasila. Tujuan akhir ini kemudian diturunkan menjadi kalimat CP (yang dibagi ke dalam beberapa fase), lalu didetailkan menjadi TP dan ATP sebelum masuk ke proses perancangan pembelajaran.

Gambar 4. Bagan 6 Dimensi Profil Pelajar Pancasila

SIMPULAN

Kurikulum Merdeka didesign dengan menggunakan Understanding by Design. .Understanding by Design merupakan sebuah kerangka kerja dengan fokus pada proses perencanaan dan struktur yang memandu pengembangan kurikulum, asesmen, dan instruksi pembelajaran.  Proses perencanaan ini fokus pada dua hal yaitu 1) Pengajaran dan asesmen untuk membangun pemahaman dan kemampuan learning transfer / kemampuan mengimplementasikan  hasil belajar dalam sebuah performa otentik, 2) Merancang kurikulum “Terbalik” (backward), dengan mulai dari tujuan akhirnya terlebih dulu. Backward desain yaitu metode perancangan pembelajaran yang dimulai dari  tujuan yang nyata dari kegiatan pembelajaran kemudian kita akan mundur untuk mengembangkan bahan ajar dan kegiatan yang memenuhi tujuan pembelajaran tersebut. Backward Design merupakan pendekatan yang lebih disengaja dan terencana untuk mencapai hasil yang diinginkan lebih efektif. Kurikulum Merdeka tujuan akhirnya adalah mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Merdeka belajar adalah bagaimana guru dapat melibatkan murid dalam menentukan tujuan pembelajaran lalu memberikan pilihan cara belajar serta melakukan refleksi terhadap proses dan hasil belajar.  Merdeka tidak menerapkan cara belajar yang seragam, sebab tiap anak memiliki kecerdasan dan gaya belajar yang berbeda. Merdeka belajar menerap belajar dengan cara diferensiasi. Peserta didik diajak menalar, menyelesaikan persoalan, membangun kesadaran dan menghasilkan karya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Understanding by Design, Expanded 2nd Edition.Wiggins, Grant P., 1950–Understanding by design / Grant Wiggins and Jay McTighe.— Expanded 2nd ed.p. cm. Includes bibliographical references and index. ISBN 1-4166-0035-3 (alk. paper)1. Curriculum planning—United States. 2. Curriculum-based assessment—UnitedStates. 3. Learning. 4. Comprehension. I. McTighe, Jay. II. Title.LB2806.15.W54 2005375'.001—dc22

Brookhart, S. M.,m& NitCO, A J. (2015) Educational assessment of students (7ed). New Jersey: Pearson.

Dock, W., Carey, J. O (2014).  The SystematicDesign of Intruction (8ed,) New York: Pearson

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI (2018). Perubahan atas Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.  Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2018. Jakarta, DKI, Indonesia: DIrektur Jenderal Peraturan Undang-Undang, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Republik Indonesia.

 

Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Yang Disempurnakan. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Penerbit: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

 

Fatirul, Achmad Noor (2022) Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum (3ed) Surabaya: Adi Buana Universitu Press, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.

 

Fatirul, Achmad Noor (2022) Teknologi Pendidikan & Problematik Pendidikan (3ed) Surabaya: Adi Buana Universitu Press, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.

Mauludin, I. F. (2019). PENGEMBANGAN DESAIN KURIKULUM MUATAN LOKAL LITERASI LINGKUNGAN DI SEKOLAH DASAR BERBASIS SUSTAINABLE DEVELOPMENT …. core.ac.uk. https://core.ac.uk/download/pdf/270035513.pdf

(Arifin, 2021)Arifin, S. (2021). Desain Kurikulum Pendidikan Tinggi Sesuai dengan KKNI & SN-Dikti Dengan Pendekatan OBE di Era Industri 4.0. repository.uma.ac.id. http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/12694/1/Syamsul Arifin - Desain Pendidikan Tinggi Terbaru sesuai KKNI dan SNI.pdf

Supriyanto, E. (2018). Desain Kurikulum Berbasis SKS dan Pembelajaran untuk Sekolah Masa Depan. books.google.com.https://books.google.com/books?hl=en&lr=&id=m895DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA131&dq=desain+kurikulum+backward+design&ots=bM3s0vzBI0&sig=fa7y-MiCwnNf5FjeQgcBakbKSsA

Yogi, A & Yusri, S. (2021) Panduan Pembelajaran dan Asesmen. Panduan Pengembangan Kurikulum Operasional di Satuan Pendidikan.  Pusat Asesmen dan Pembelajaran. Jakarta: Badan Penelitian dn Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi

 


Comments

Popular posts from this blog

Ada apa dengan Batik?

ANTRE = REFRESHING