Loh Kok Keluar

 


Loh kok keluar?? Itu kata-kata teman-temanku sekelas ketika aku pamit sama mereka karena mau pindah sekolah.
Pertanyaan yang sama juga disampaikan para guru yang aku datangi untuk pamit.
Aku mencoba memberi jawaban yang masuk akal pada semuanya. Meski hatiku juga belum paham betul mengapa vaku pindah sekolah.

Kok keluar??
Hanya Tuhan yang tahu jawaban dari keputusanku ini.
Aku mencoba menenangkan hatiku sejenak untuk memahami semua keputusan ku.

Dengan naik kereta api aku diantar ayah untuk pindah sekolah.  Sepanjang jalan aku berusaha menikmati semuabyang dilewati.  Semua nampak biasa tak ada yang menarik.  Perasaanku bercampuraduk mengingat perpisahan dengan teman-temanku.  Teman-temanbyang selama ini menjadi penggembira di kala hati sedang galau.  Semut itu akan menjadi kisah saja karena aku memilih meninggalkan mereka untuk tujuan yang lebih penting bagi hidupku.  Aku harus memulai merancang masa depanku.  Mungkin teman-temanku memilih untuk bersenang-senang di masa remaja mereka.  Tetapi aku lebih memikirkan apa yang harus aku persiapkan di masa yang akan datang.  Ayah selalu mengajarkan ku bahwa hidup itu harus memiliki strategi supaya bisa meraih apapun yang diinginkan.  Kesempatan itu hanya peluang yang diperlukan adalah strategi bagaimana kita meraih sesuatu.  Termasuk dalam meraih mimpi dan cita-cita harus ada strategi yang dijalankan.  Dalam menjalankan strategi mungkin harus ada yang dipertahankan dan ada yang harus dilepaskan.  Itu juga yang ada di benakku.  Aku harus melepaskan masa bermain musik dengan teman-temanku untuk bisa menggapai mimpi dalam mencapai masa depan yang lebih baik.
Ketika akhirnya aku harus pindah ke kota kecil di Jawa Tengah aku merasa semua menjadi berbeda.  Aku yang dahulunya adalah anak yang peragu menjadi anak yang sedikit berani meski masih harus hati-hati jika bergaul.  Bagiku memilih pergaulan itu penting.  Seperti yang ayah selalu tekankan dalam berteman aku tidak boleh sembarangan.  Salah memilih teman juga bisa merusak masa depan.  Akupun jui tidak ingin terlalu bergantung pada orang lain.  Tetapi ketika aku menjadi siswa baru di suatu sekolah negeri aku juga harus membuka diri untuk berteman.  Bagiku berteman memiliki arti yang penting.  Karena dengan memiliki kawan kita seperti memiliki dunia.  Banyak teman artinya kita akan memiliki banyak pertolongan. Dalam komunitas pertemanan tentu akan melibatkan perasaan dan emosi.  Bahkan dalam berteman akan ada rasa yang sama, pikiran yang sama, ide yang serupa sampai pada keinginan memiliki barang yang sama.
Memiliki barang yang sama kadang membuat pertemanan semakin terlihat erat meski kadang untuk membeli barang yang sama buat banyak teman itu berat.  Juga termasuk aku, untuk bisa memiliki barang yang hanya sekedar asesoris perlu perjuangan khusus.  Aku harus menyisihkan uang saku untuk membeli barang yang ber-label pertemanan. Aku tidak mungkin meminta uang lebih hanya untuk membeli barang yang sebenarnya tidak seberapa penting.  Ayah mengajarkanku untuk hidup bersahaja.  Meski hidup sederhana tapi terkesan berwibawa.
Sampai pada saat di sekolah semua anak kebanyakan naik motor sendiri.  Secara pertemanan di sekolah sudah terkotak-kotak mana anak yang berbakti label kelas tinggi dan mana yang masuk kelas rendahan.  Tentu tongkrongan yang kita miliki menjadi kriterianya.
Siswa yang sekolah hanya naik angkot tentu sangat amat sulit jika bergaul dengan anak yang punya mobil atau motor.  Pertemanan seperti ini tak pernah kutemui saat aku sekolah di Kota Surabaya.  Sebagai anak baru tentu aku hrs memilih label  pertemanan yang aku akan ambil.  Pasti semua anak ingin dapat pergaulan yang kelas di atas... Jujur aku juga.... Prestise...
Akupun menulis surat pada ayah untuk meminta sepeda motor. Belum ada telpon genggam saat itu. Aku tahu permintaan ku bukan permintaan kecil. Butuh dana untuk memenuhi permintaan ku. Dan suratku di balas dengan jawaban iya.
Ternyata ayah dan ibu berusaha memenuhi permintaanku. Dengan berbagai cara untuk menyediakan ku motor yang sebenarnya itu hanya prestise semata.  Tapi ayah melihat dengan cara berbeda karena memang aku sangat membutuhkan motor untuk sekolah dan ikut extra lesson.
Motor terbeli demi aku, aku sungguh merasa feel guilty. Demi pertemanan supaya bisa dianggap punya level tinggi.
Aku sudah mendapatkan motor itu, satu hal yang perlu kupikirkan adalah cara menggunakan nya. Aku meminta motor saat aku sendiri belum bisa mengendarai nya.

Demi pertemanan....


Comments

  1. Luar biasa bund.. Ko keluar ..nmun untuk suatu yang lebih baik....

    ReplyDelete
  2. Orang tua slalu brusaha berikan yang terbaik senangnya ya bu memiliki orangtua yg sangat care, semoga lancar belajar motornya dan sukses studynya👍😘

    ReplyDelete
  3. Seperti pernah membaca kisah yang mirip...demi kemajuan diri, rela pindah sekolah dari kota Surabaya ke kota kecil di Jawa Tengah. Kisah yang sama bukan yaa..??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kisah saya juga pak di episode sebelum nya... Ini cerita lanjutannya pak...

      Delete
  4. Ceritanya bersambung, keren...
    ditunggu kisah selanjutnya Bu

    ReplyDelete
  5. Saya ikuti terus ceritanya, keren nih kalau dijadikan buku

    ReplyDelete
  6. Akhirnya dapat motor juga, semoga bisa bermanfaat dan semakin bermanfaat.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ada apa dengan Batik?

PENGEMBANGAN KURIKULUM MERDEKA MENGGUNAKAN UNDERSTANDING BY DESIGN

ANTRE = REFRESHING