PELATIHAN MENULIS SERI : Kekuatan Sharing
PELATIHAN
MENULIS SERI : Pengalaman Menerbitkan
Tulisan Ke Penerbit Mayor Senin[ 13.18,
4/5/2020]
Narasumber : UKIM KOMARUDIN
Oleh: Endah Win
Sharing Pengalaman dari yang sudah berhasil
Banyak dari kita terkadang cuma kagum ketika melihat kesuksesan orang lain.
Membaca kisah para tokoh sukses tentu sangat bermanfaat, kita tidak Hanya mendapatkan ilmu tetapi melalui kisah para tokoh sukses tersebut kita bisa termotivasi untuk bisa menjadi pribadi yang sukses atau paling tidak bisa menjadi pribadi yang berkualitas
Jangan hanya kagum pada kesuksesan orang lain, mari kita ciptakan kesuksesan kita sendiri.
Belajar dari para tokoh bagaimana mereka berproses sampai meraih keberhasilan. Tentu memiliki banyak tantangan,tapi yang terpenting adalah bagaimana menaklukkan tantangan itu sendiri dan meraih tujuan yang diharapkan.
Bagi penulis , sukses itu ketika tujuan yang diharapkan bisa tercapai dan berani menghadapi tantangan yang ada dengan pantang menyerah.
Reach your goal with full effort, facing the Giant and Never give up. Never stop learning and reach your success
By. Endah Win
Pelatihan menulis kali ini kita akan belajar dari narasumber bagaimana beliau belajar menulis buku sampai berhasil dipinang oleh penerbit mayor...
Impian bagi semua penulis adalah bukunya diterbitkan dan bisa bermanfaat bagi para pembaca nya
Belajar - berproses - raih hasil
Effort:
·
Pertama, saya berpikir, menulis merupakan
ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa sangat penting agar saya
memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya. lalu saya
menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya. Saya tak pernah merasa
khawatir, terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga tidak perduli dengan ragam atau apa yang menjadi trend di
masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Saya merasa menemukan
lebih tentang "saya" dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan
hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah saya
menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya.
·
Selain menulis apa adanya, saya pun menulis apa
saja. Karena saya guru, saya menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa
proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku
harian. Begitu setiap saat diisi oleh menulis.
Result
:
Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang
terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa
tulisan saya bagus. Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata mereka juga,
tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan
bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang
mengaku bahwa sepenggaltulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb.
Action
:
·
Karena komentar tersebut, saya mencoba
membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam semua kejadian karena
saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam kejadian, tetapi tema
besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari
anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu
beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka saya menuliskan
judul buku tersebut,
·
"Menghimpun yang Berserak." Sebuah
usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang
sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain
(pembaca).
·
Demikianlah waktu itu, saya yang kebetulan
menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah menyisipkan karya pribadi,
selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya buku mata pelajaran.
·
Experience
:
·
Saya diinterview terkait dua bagian buku.
Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran. Kedua, buku pribadi saya,
"Menghimpun yang Berserak." Dalam kesempatan interview itulah saya
banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku.
·
Saya banyak mendapatkan pelajaran menyangkut
hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan. Pelajaran atau informasi itu awalnya,
membuat saya tidak nyaman karena menabrak prinsip menulis saya. Umpamanya,
"Apakah ketika saya menulis
buku"menghimpun yang Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di
pasaran?" Kalau sudah ada, apakah
buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya?
Untuk kepentingan pasar, "Apakah saya bersedia apabila beberapa hal
terjadi penyesuaian (diganti)? dst. Terus terang, saya merasa kurang nyaman
dengan interview itu. Saya merasa diam-diam mulai "dipenjara". Inikan
ekspresi pribadi saya, mengapa orang lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi?
Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh pulang dari interview.
·
Saya yang tersadar mendapatkan ilmu pengetahuan
lebi ketika beliau menjelaskan tentang tim yang akan menyebabkan karya saya
dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan bahwa yang menanyai saya itu
mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak
diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya itu, naskah saya
sepertinya punya potensi atau
"layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang
harus dipoles di sana sini.
·
Jika nanti naskah itu bisa melewati editor, maka
proses "menjadi" memang mengalami banyak hal. Ada bagian gambar
sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya. Yang jelas,
semuanya merupakan tim saya. Kasarnya, semuanya akan menyukseskan saya, begitu
teman saya meyakinkan saya.
·
Oleh-oleh itulah yang menyebabkan saya
menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang umum tentang
buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan pikiran ke buku
"Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor menceritakan
bahwa semua hal menangkut buku saya selalu dalam konfirmasi. Artinya, semuanya
akan terjadi jika saya setuju.
·
Demikianlah Narasumber menjelani proses, hingga akhirnya ada proses
sebelum naik cetak, yang sangat penting
dalam proses kreatif saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis
jika akhirnya bisa dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus
terang saking gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa
membaca persentase yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono,
tetapi karena memang saya menulis bukan untuk hal tersebut.
·
Akhirnya, saya mendapat konfirmasi ketika saya
dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan terbitnya buku saya. Pertama, saya
menerima buku pribadi, kalau tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut
berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, saya diajak bicara terkait dengan
teknis launching Buku "Menghimpun yang Berserak". Ini soal bagaimana
membuat buku saya laku. Saat itu saya sangat bodoh dan kurang dapat memberikan
masukan hyang berarti. Ketiga, saya diberitahu bahwa penerbit menerbitkan
jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan
kemudian saya baru akan mendapat royaltinya. Untuk tersebut juga saya tidak
pandai memberi masukan.
·
Peran saya kemudian adalah mengusahakan buku
saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit karena media sosial belum
sedasyat sekarang. kebetulan saya pembicara, saya berupaya menjual buku-buku
saya pada kesempatan bicara tersebut.
·
Ada beberapa kejadian menerbitkan buku kembali,
kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang menjelang terakhir buku,
"Arief Rachman Guru". Semuanya mirip-mirip pengalaman dengan
penerbit. Kurang lebih, seperti itulahkira-kira. mohon maaf apabila kurang
lengkap. semoga dapat dilengkapi ketika nanti tanya jawab.
Demikian Sharing dari narasumber
swemoga kita semua bisa belajar .
Belajar setiap hari menambah ilmu setiap hari niscaya
manfaat yang akan didapatkan
menulis itu selain untuk diri sendiri juga untuk dinikmati oleh orang lain, oleh karena itu menulislah dari hatiomu agar engakau menemui hati pembaca setiamu.
ReplyDeleteAmin Thank you om Jay
DeleteKeren, Miss. Keep inspiring
ReplyDeleteThank you Sista
DeleteWooow it's cool Mom
ReplyDelete